
Massa aksi penolak UU Ciptaker saat bentrok dengan kepolisian.
Jakarta – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) meminta penolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) melakukan unjuk rasa secara tertib. Warga yang merusuh tidak bisa dilindungi.
“Kami ingin mengatakan kepada seluruh pihak yang melakukan unjuk rasa ini untuk melakukannya dengan simpatik, tertib, dan damai,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers daring, Kamis, 8 Oktober 2020.
Menurut dia, dalam prinsip HAM, kemerdekaan menyampaikan pendapat itu adalah hak setiap manusia. Namun, masyarakat yang berunjuk rasa harus menghormati koridor hukum sehingga tidak mengganggu ketertiban umum.
“Kami mengimbau agar kita semua menjaga sikap,” ujar Ahmad.
Dia juga mengimbau seluruh pedemo mematuhi protokol kesehatan. Hal itu untuk mencegah munculnya klaster baru penyebaran virus korona (Covid-19).
“Karena ini situasi Covid-19, kita perlu mematuhi protokol kesehatan. Ini adalah kepedulian kita bersama. Semua kita juga khawatir kalau seandainya kemudian bisa terjadi penyebaran Covid-19 yang luas,” katanya.
Ada dua juta buruh mogok kerja sejak Selasa, 6 Oktober hingga puncaknya hari ini Kamis, 8 Oktober 2020. Dasar hukum mogok nasional adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
UU Ciptaker dinilai merugikan buruh. Salah satunya, menghapus ketentuan upah minimum di kabupaten/kota dan juga adanya penurunan pesangon.
Para buruh melakukan demo di depan Istana Merdeka dan Gedung DPR, Jakarta Pusat. Unjuk rasa itu ricuh. Di sejumlah wilayah terjadi bentrok. Mobil aparat dihancurkan, serta personel dilempar batu.
Polisi menyebut demo buruh disusupi kelompok anarko. Total sudah 400 lebih orang yang diduga anarko ditangkap di Jakarta. Bahkan, 22 orang dinyatakan reaktif Covid-19 dan diisolasi di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Jakarta Pusat, sambil menunggu hasil swab test. (LP)